Pelayanan publik dibidang pendidikan belum dapat ditingkatkan menjadi “Excelent”, karena masih dibutuhkan Institusi pendidikan yang mampu beradaptasi dengan dinamika perubahan lingkungan dan memahami betul kebutuhan masyarakat yang dilayani. sistem pemusatan pembinaan institusi pendidikan yang diarahkan pada target-target monumental bagi Staff-nya, misalkan : prioritas pembinaan yang berlebihan pada sekolah unggulan yang cenderung mengabaikan ragam kebutuhan sekolah non-unggulan. Faktor-faktor eksternal seperti : hukum, adat-budaya, politik, sosial, dan ekonomi ,Sedangkan Faktor internal Institusi seperti : doktrin, kepemimpinan, lembaga, sumber daya, dan struktur organisasi, secara tidak langsung bersama-sama menjadi hambatan bagi upaya peningkatan derajat responsitas Institusi.
Salah satu kebijakan institusi pendidikan yang tidak responsif terhadap kebutuhan masyarakat tetapi malahan lebih merespon kepentingan elite Institusi, misalnya adalah kebijakan tentang penyediaan dan layanan anggaran pendidikan. Kebijakannya dirumuskan dengan tujuan dan sasaran yang jelas, yakni untuk kepentingan masyarakat, tetapi dalam prakteknya banyak siswa miskin yang tak memiliki kesempatan memperoleh beasiswa justru dinikmati oleh anak-anak pejabat. Maka,Terjadi ketidak-adilan dalam pemberian insentif belajar terhadap siswa. Ketika hal ini dirujukkan pada tingkat kebutuhan sekolah, maka keprihatinan baru mulai muncul karena terjadinya perbedaan dan ketidak-adilan respons Institusi pendidikan terhadap sekolah-sekolah binaannya.
Upaya-upaya mempersempit kelemahan Sistem Organisasi dalam Institusi Pendidikan,antara lain :
a. Mendorong penguatan institusi kemitraan di bidang pendidikan (misalnya : Pusat Pengembangan dan Pengendalian Mutu Pendidikan). Institusi ini diberi ruang kontrol yang memadai terhadap penetapan kebijakan dan strategi pendidikan dan diberi akses dalam mempengaruhi kebijakan mengenai : anggaran, guru, infra-struktur dan staff.
b. Melalui mekanisme umpan balik, perlu dilakukan orientasi kembali kebijakan pendidikan yang nyata-nyata tidak memiliki nilai responsivitas memadai, dengan memperhatikan aspek-aspek keadilan dan transparansi.
c. Mensuplai bahan kebijakan ke pusat kebijakan di tingkat Pemerintah Kab/Kota guna meningkatkan keakurasian kebijakan Kepala Sekolah yang ditujukan kepada siswa dan masyarakat.
d. Pembentukan dan penguatan unit/satuan institusi pendidikan di tingkat distrik seperti KCD (Kantor Cabang Dinas), atau sejenisnya untuk mengatasi faktor-faktor negatif, sekaligus dapat meminimalisasi derajat keluhan masyarakat yang berdomisili jauh dari pusat pendidikan.
Dapat disimpulkan,Berdasarkan asumsi bahwa Sekolah dan masyarakat sebagai inisiator utama kebi-jakan yang demokratis, maka dipandang perlu untuk mengaktifkan mekanisme perumusan kebijakan dengan memanfaatkan saluran informasi dan tekhnologi yang dimulai dari simpul masyarakat terkecil hingga pada level teratas atau MEP (Manajemen Eksekutif Puncak) di Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.
No comments:
Post a Comment